
MatahariIndonesiaTimur.com, Jakarta
Dari hasil penelusuran, telah di peroleh informasi adanya kejanggalan jejak akademik Prof Paiman Rahardjo mantan Rektor universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), yang berbeda-beda antara data resmi Kementerian Pendidikan, pernyataannya sendiri, dan pengakuan dari pihak kampus tempat ia menempuh studi, demikian di sampaikan Abidzar Rojul Koordinator Front Aksi Mahasiswa Universitas Prof Dr Moestopo kepada wartawan, 14 Juli 2025 di Jakarta.
” Jujur, kami sangat malu, ketika menemukan kejanggalan pada jejak akademik Prof Paiman Rahardjo mantan rektor Kami,” ungkap Abidzar Rojul.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pihaknya menemukan dari sejumlah sumber termasuk laman pangkalan data Kemendikbud (dikti) serta keterangan yang tersebar di media sosial dan video-video milik pendukungnya, ditemukan sejumlah ketidaksesuaian mendasar, seperti:. Sumber Data Kemendikbud: S1 dan S2 diselesaikan di Universitas Prof. Dr Moestopo (Beragama), S3 di Universitas Padjadjaran,
Sedangkan menurut Pernyataan Ketua Yayasan Universitas Moestopo: yang bersangkutan hanya menyelesaikan S1 di Universitas Moestopo, S2 dan S3 diambil di Universitas Padjadjaran (UNPAD).
“Fakta ini lah yang meragukan kami terkait dengan Riwayat Pendidikan yang bersangkutan.” Tukas Abidzar Rojul.
Tidak hanya itu, lanjutnya, hasil penelusuran pihaknya juga menunjukkan adanya Riwayat pendidikan Paiman Raharjo juga berubah-ubah setiap tahun di laman Wikipedia, termasuk data pekerjaan masa lalu yang pernah menyebutkan bahwa ia sempat menjadi satpam di Yayasan Gembala Baik, yang kini telah dihapus dari entri tersebut, fakta ini juga menimbulkan adanya dugaan pemalsuan atau manipulasi Riwayat Pendidikan dari yang bersangkutan.
Selain itu, sambung nya, adanya kekacauan data yang menyangkut riwayat akademik dan jabatan fungsional Paiman Raharjo ini menimbulkan dugaan adanya tindak pidana yang melanggar Pasal 35 UU ITE: Mengatur tentang pemalsuan data elektronik, termasuk mengubah, menghilangkan, atau menyembunyikan data elektronik. Pelaku dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 miliar.
” Nah, terkait dengan fakta yang kami temukan tersebut,
Maka kami hari ini mengadukan nya ke Ditreskrimum Polda metro Jaya dan kami berharap segera menindaklanjuti pengaduan kami.” Pungkasnya.