MatahariIndonesiaTimur.com, Sorong-
Pengadilan Negeri Sorong senin siang (14/10/2024) kemarin menggelar sidang perkara kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan (mineral, batu bara), minyak dan gas bumi, di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Sorong di Jl. Jenderal Sudirman, Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Sidang dipimpin Hakim Ketua Beauty D.E Simatau,S.H, M.H serta hakim anggota Hatijah Averien Paduwi,S.H dan Bernard Papendang,S.H
Tiga terdakwa masing-masing Predianto Parningotan Tamba, Berry Pratama dan Kaspunazir hanya menundukkan kepala, mendengarkan tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum Syamsul Mardi SH.
Dalam tuntutannya jaksa menyatakan ketiga terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin, sebagaimana diatur pasal 158 Undang-Undang nomor 3 tahun 2020.
Majelis hakim diminta menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan, denda Rp lima ratus juta rupiah subsider 3 bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana penambangan tanpa ijin sebagaimana diatur pasal 158 UU nomor 3 tahun 2020. Agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa 2 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) subsider 3 bulan,” ujar Syamsul Mardi.
Dalam dakwaannya, 3 terdakwa ditangkap Satuan Reskrim Polres Tambrauw, bulan Juni 2024 setelah sebelumnya melarikan diri ketika penggerebekan di lokasi tambang akhir Mei 2024.
Usaha penambangan tanpa izin yang dilakukan keiga terdakwa berawal dari pengusaha tambang ilegal Ahmad Janani yang saat ini masih dicari aparat kepolisian dan sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) menghubungi terdakwa BP, dari Jambi untuk membantu Ahmad Janani melakukan aktifitas penambangan ilegal (dulang emas) di kali Waserawi, Manokwari, Papua Barat.
Pada bulan Maret 2024, para terdakwa bersama-sama datang ke Kali Kasi, di kampung Pubuan, Distrik Kasi, kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya untuk melakukan kegiatan penambangan yang dimodali Ahmad Janani (DPO).
Terdakwa PPT bertindak sebagai operator alat berat (excavator), terdakwa K sebagai mekanik mesin dompeng dan terdakwa BP sebagai penyaring untuk memisahkan pasir dan butiran emas.
Dalam kegiatan penambangan ilegal itu, terdakwa BP juga bertindak sebagai pengawas lapangan dan penanggung jawab, melaporkan setiap harinya hasil penambangan emas kepada Ahmad Janani dengan cara mengambil gambar berupa foto menggunakan handphone lalu dikirim ke Ahmad Janani.
Dari hasil tambang ilegal tersebut, mereka berhasil mengumpulkan pasir yang mengandung emas seberat kurang lebih 1 kg.
Terdakwa BP lalu menjualnya di Ruko 88, di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat Daya, atas perintah dari DPO Ahmad Janani.